Lingkaran Kecil, Lingkaran Besar, Lingkaran Setan
Setelah dewasa, lingkar pergaulan kita semakin meluas, tetapi lingkar pertemanan kita semakin mengecil.
Beberapa hari lalu aku melihat foto-foto yang dibagikan seorang teman di media sosial. Dia dan beberapa orang lainnya tengah kumpul-kumpul, tertawa, makan-makan, dan berbahagia.
Itu hal yang biasa, bukan?
Masalahnya, kami cukup akrab -atau setidaknya begitu menurutku- dan topik acara kumpul-kumpul itu memang bidangku. Tapi, aku tidak diajak.
Bertahun lalu, seseorang yang sudah kuanggap sebagai sahabat melahirkan. Aku tidak tahu itu. Yang kutahu hanyalah dia mempublikasikan foto-fotonya dengan beberapa kawan yang memang menjenguknya di rumah sakit.
Aku di mana? Tentu saja aku ada di rumah. Bahkan untuk kabar sepenting itu pun aku dianggap tak ada.
Tentu saja aku tahu saat dia hamil dan sudah mempersiapkan kado untuknya. Kado itu urung kuberikan karena aku sudah telanjur sakit hati.
Beberapa bulan lalu, seorang kawan menikah. Konon, itu pernikahan sederhana, hanya dihadiri oleh teman dekat dan saudara. Apakah aku diundang? Sudah bisa kautebak: TIDAK!
Padahal akulah yang menjadi “tong sampah” setiap kali dia bermasalah.
Dari banyaknya kejadian seperti itu, aku kerap mencurigai diriku sendiri. Jangan-jangan akulah masalahnya. Akulah yang membuat teman-temanku sendiri tak betah. Meski setelah kupikir-pikir, aku jenis manusia yang rela menumpahkan darah demi melindungi teman-temanku. Walau tak bisa memberi dukungan materi, setidaknya aku selalu menyiapkan telinga kapan pun mereka butuhkan.
Harus kuakui, aku memang kecewa. Tapi itu tak akan mengubah apa-apa.
Lucunya, terjadi juga hal sebaliknya. Ada kawan yang baru bertemu sekali, jarang komunikasi, tapi tanpa diminta selalu paling depan setiap aku kesulitan. Ada pula yang “cuma datang” saat mau memberi pekerjaan. Dan jenis kawan yang seperti ini cukup banyak.
Terus terang, karena gangguan kepribadian yang kuderita, aku kerap kesulitan menilai dan menyikapi interaksiku dengan orang-orang. Otakku yang bangsat ini hanya bisa memproses baik dan buruk, sedangkan manusia adalah makhluk yang kompleks.
Namun, seiring bertambahnya usia dan banyaknya peristiwa serupa, aku terlatih dan mulai menganggap hal-hal seperti itu alamiah. Tak bisa benar-benar kita cegah. Sebab apa pun statusnya, hubungan antarmanusia itu hanya perkara ditinggalkan dan meninggalkan.
Jadi, ketika lingkaran pertemanan kita semakin mengecil atau tak punya lingkaran sekalipun, ya udahlah, ya. (eL)